Senin, 13 Mei 2013

Dhuafa


1.             Pendahuluan
1.1.       Latar belakang
Dewasa ini banyak kejadian dalam kehidupan masyarakat yang membutuhkan bantuan dan uluran tangan. Akibat dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, yang hingga sekarang belum ada ujungnya. Banyak terdapat kaum dhu’afa yang membutuhkan uluran tangan dari semua yang berada di kalangan atas. Dhu’afa sendiri merupakan sebuah kelompok manusia yang dianggap lemah atau mereka yang tertindas.
Kaum dhuafa adalah golongan manusia yang hidup dalam kemiskinan, kesengsaraan, kelemahan, ketakberdayaan, ketertindasan, dan penderitaan yang tiada putus. Hidup mereka yang seperti itu bukan terjadi dengan sendirinya tanpa adanya faktor yang menjadi penyebab. Adanya kaum dhuafa telah menjadi realitas dalam sejarah kemanusiaan.
Dari segi ekonomi kaum dhu’afa merupakan seseorang yang fakir dan miskin (tertekan keadaan) tetapi bukan dalam keadaan malas. Dari segi fisik, kaum dhu’afa merupakan seseorang yang kurang tenaga (bukan keadaan malas). Dari segi otak kaum dhu’afa merupakan seseorang yang bodoh dan juga bukan dalam keadaan malas. Dari segi sikap, kaum dhu’afa merupakan seseorang yang terbelakang (bukan karena malas).
Kaum dhu’afa terdiri dari orang-orang yang terlantar, fakir miskin, anak-anak yatim dan orang cacat. Kaum dhu’afa merupakan orang yang menderita secara sistematik. Para dhu’afa setiap hari berjuang melawan kemiskinan. Para dhu’afa secara sendirian berjuang melawan sistem kapitalisme. Kaum dhu’afa bekerja sebagai pemulung, para pedagang asongan, pengemis jalanan, buruh bangunan dan abang becak.
Pengertian kaum dhu’afa sendiri sudah jelas disebutkan dalam QS. An-Nisa’ : 9

Description: http://www.surah.my/images/s004/a009.png
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah (dhi’afan) yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka”
Dalam beberapa ayat yang lain, dhu’afa disebut sebagai mustadh’afin diantaranya dalam QS. Al-Qashash : 5
Description: http://al-quran.bahagia.us/_alquran/_baca_blob.php?kodegb=28_5.png
“Dan kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas (alladzinastudh’ifun) di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi”
Islam berpihak terhadap kaum dhu’afa. Keberpihakan islam bukan sebatas pada aktivitas yang memecahkan berbagai masalah sosial dan kemanusiaan kaum dhu’afa, melainkan lebih dari itu adalah untuk menyelamatkan para kaum dhu’afa dari bahaya kesesatan dan kekafiran, yang kemudian membawa para kaum dhu’afa menuju keselamatan, kedamaian, dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Allah SWT dan Rasulullah SAW dengan jelas memihak kaum dhuafa, maka tidak sedikit ayat Al-Qur’an yang membunktikan keberpihakan Allah SWT tersebut. Begitu pula beberapa hadist yang membuktikan keberpihakan Rasulullah SAW. Keberpihakan yang diberikan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW kepada kaum dhuafa sedemikian besar dan tinggi. Allah SWT tidak menghendaki kaum dhuafa yang hidupnya penuh dengan kesulitan dan berbagai penderitaan, bertambah parah.
Kemiskinan yang mendera masyarakat  selama ini memunculkan banyak kaum dhu’afa dan kaum mustadh’afin, seperti kaum miskin, fakir, perempuan, orang yang terlilit hutang, anak yatim, dan lain-lain. Namun, tidak menutup kemungkinan yang menjadi kaum mustadh’afin adalah orang kaya. Islam yang memiliki konsep “ideologi pembebasan” sejatinya adalah agama yang ingin membela kaum-kaum tersebut. Hal ini terlihat dalam ajaran-ajaran yang diwahyukan kepada Rasulullah SAW, baik dalam Al-Qur’an maupun hadist. Rasulullah dalam banyak hadist, bahkan semasa hidupnya begitu dekat dengan kaum dhu’afa dam kaum mustadh’afin. Nabi lebih memilih seperti kaum dhu’afa, seperti hidup sederhana.
Orang-orang yang memperoleh kelebihan dan kelapangan dari Allah SWT, sudah semestinya bersyukur dan mengeluarkan sebagai hartanya untuk meringankan beban hidup kaum dhuafa. Dengan demikian, kaum aghniya berkewajiban untuk memberi bantuan dan pertolongan kepada kaum dhuafa yang ada dalam lingkungannya.
Seperti pada penjelasan di atas, subyek penelitian yang dilakukan bukan kepada orang yang bermalas-malasan melainkan sanggup bekerja meskipun hasil yang didapatkan tidak tetap setiap harinya. Laporan penelitian ini bertujuan agar pembaca dapat mengerti tentang dinamika kaum dhu’afa.

1.2.       Rumusan Masalah
1)   Bagaimana temuan hasil penelitian terhadap kaum dhu’afa ?
2)   Bagaimana refleksi hasil penelitian terhadap kaum dhuafa ?

















2.             Pembahasan
2.1.       Temuan Hasil Penelitian
Peneliti melakukan wawancara terhadap pedagang asongan (es klining) yang berda di Alun-Alun Kota Malang. Dengan hasil wawancara sebagai berikut :
Q         : Saya berbicara dengan bapak siapa ?
A         : Saya Parman
Q         : Umur bapak berapa ?
A         : Hehehehe saya lupa (sambil meringis)
Q         : Bapak asalnya mana ?
A         : Saya asalnya Pandanwangi, Wagir
Q         : Anak bapak berapa ?
A         : 2
Q         : Istri bapak bekerja juga ?
A         : Istri saya sudah meninggal 2 tahun yang lalu
Q         : Maaf, anak bapak masih sekolah atau sudah kerja
A         : Keduanya sudah menikah, dan sekarang tinggal di Jakarta
Q         : Bapak tinggal sendiri ?
A         : Iya ikut saudara-saudara saya
Q         : Bapak sudah lama berjualan es seperti ini ?
A         : Sudah. Sekitar 4 tahun yang lalu
Q         : Jualannya di sekitar alun-alun saja Pak ?
A         : Biasanya saya jualan di sekolah-sekolah, kalau sekolah sudah selesai baru pindah ke sini (Alun-Alun). Kalau hari Minggu saya jualan di Pasar Minggu Jalan Ijen. Kalau sudah selesai baru ke Alun-Alun
Q         : Sehari bawa berapa biji Pak ?
A         : Ya biasanya ambil dari pabriknya 150
Q         : Sehari dapat berapa Pak ?
A         : Antara Rp 20.000 – Rp 25.000
Q         : Bekerja mulai jam berapa Pak ?
A         : Berangkat dari jam 06.00 kadang sampai jam 17.00
Q         : Apa selalu habis Pak ?
A         : Ya kalau hari Minggu biasanya habis, kalau gak habis ya saya kembalikan ke pabriknya.
Q         : Sebelum berjualan bekerja sebagai apa Pak ?
A         : Jadi buruh bangunan sejak saya hanya digaji Rp 50/hari
Q         : Kenapa memilih beralih menjuadi pedagang Pak ?
A         : Karena saya berpikir umur saya semakin tua, jadi tidak memungkinkan jadi buruh bangunan. Dan sekarang sudah banyak yang muda yang menggantikan
Q         : Apakah yang didapat cukup untuk sehari bapak ?
A         : Alhamdulillah saya merasa cukup dengan apa yang saya dapatkan selama ini.
Dari hasil wawancara di atas bisa disebutkan bahwa Bapak Parman adalah seorang Kaum Dhu’afa. Dari segi fisik Pak Parman sudah cukup renta. Apabila dilihat dari usianya, Bapak Parman semestinya menikmati hari tuanya dengan anak cucunya. Namun, dikarenakan dia hidup sendiri, Pak Parman berusaha untuk melakukan apa saja yang halal untuk dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Pak Parman juga tidak termasuk orang yang bermalas-malasan seperti pengemis kebanyakannya. Pak Parman sudah menunjukkan jerih payahnya mengayuh sepeda tuanya dari pagi hingga sore demi mencukupi kebutuhannya seorang diri.

2.2.       Refleksi Hasil Penelitian
Dari hasil wawancara tersebut manusia memiliki kewajiban, tugas, dan tangung jawab berupa materi maupun non materi untuk berjuang membantu dan bahu membahu berjuang di jalan Allah membebaskan para kaum Dhu’afa dari belenggu perbudakan, belenggu kesesatan dan belenggu ketidakmampuan. Upaya meningkatkan ekonomi kaum Dhu’afa dapat dilakukan dengan berbagai cara termasuk memperhatikan pendidikan dan kesehatan, menyantuni, menolong dengan harta, tenaga, fikiran, yang pada dasarnya memang tugas dan tanggung jawab bagi yang mampu. Seperti terdapat QS. Al-Isra ; 26-27 :
 Description: 17:26

Description: 17:27

26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
Nilai kebajikan yang diajarkan pada potongan ayat ini adalah nilai ibadah sosial  memenuhi hak-hak sanak kerabat yaitu dengan membangun hubungan hablumminannas dengan saling membantu sebagai kewajiban bersama setelah itu baru segi ibadah sosial di tujukan kepada kaum fakir miskin dan orang yang kehabisan bekal dalm perjalanan. Orang yang berhak di santuni dalam kategori keduanya adalah termasuk kaum dhuafa.
Setelah menyinggung tentang ibadah sosial maka melalui bagian akhir surat al isra ayat 26 ini Allah telah memberikan batasan larangan "jangalah kamu berlaku tabdzir terhadap karunia rizki yang sudah Allah berikan kepadamu" yang dimaksud tabdzir adalah membelanjakan harta tidak pada tempatnya. Lebih tabdzir lagi membelanjakan harta untuk keperluan maksiat.
Dan tentu saja para pemboros itu adalah kaki tangan setan. karena nikmat rizki yang di berikan oleh Allah kepada mereka bukanlah digunakan untuk sesuatu yang di ridloi malah justru di gunakan untuk berbuat durhaka kepada Nya. Disinilah syetan disebut kafur tidak di sebut dengan sifat-sifat terkutuk lainya karena orang-orang yang menghambur-hamburkan harta untuk keperluan maksiat berarti ia kafur sebagai mana yang dilakukan oleh syetan.
Segala perbuatan sosial yang berkaitan dengan kemasyarakatan yang dilakukan hendaklah mengutamakan saudara semua. Sehingga bisa diharapkan, manusia menjadi ummat yang unggul baik secara aqidah, ekonomi, pertahanan, dan lain sebagainya. Dari sinilah loyalitas terhadap ajaran agama menjadi tampak. Rasulullah bersabda :

“Tidak sempurna seseorang di antara kamu, sehingga dia mencintai saudaranya sama seperti mencintai dirinya sendiri.”
Hadist ini mengaitkan antara kesempurnaan iman dengan kecintaan terhadap sesama muslim. Bukan hanya sekedar ucapan cinta, tetapi lebih utama adalah pembuktian rasa cinta itu dalam kehidupan. Misalnya dengan membantu meringankan beban hidup kaum Dhu’afa secara fisik maupun non fisik. Karena cinta tanpa bukti tak lebih dari fatamorgana dan hiasan bibir semata. Kepedulian kepada sesama muslim ini menjadi barometer sejauh mana kesempurnaan iman seorang muslim. Semakin peduli seorang muslim terhadap saudaranya, sejauh itu pula kesempurnaan imannya.
Dalam hidup bersama, manusia tidak hanya dikaitkan seperti mata rantai berkaitan satu sama lain. Manusia berhubungan satu sama lain dengan suatu perasaan dan sikap pribadi, yaitu dengan cinta kasih. Cinta kasihpun masih didampingi oleh berbagai sikap hati yang lain seperti kepercayaan dan harapan.
Kaum dhuafa tidaklah lemah dan inferior dalam pergaulan dan membuat hidup mereka terbelakang atau sebaliknya menjadi superior sehingga terjerumus ke dalam perbuatan yang merusak diri dan masa depannya, diperlukan keberadaan orang-orang yang dapat memberikan bimbingan dan pembinaan terhadap para kaum dhuafa. Sejak zaman Rosulullah bukan hanya memberikan jaminan sosial kepada kaum dhuafa untuk keperluan hidup di dunia, melainkan juga jaminan akhirat. Rasulullah telah memperlihatkan bagaimana islam memberikan perhatian yang besar terhadap nasib kaum dhuafa.
Dalam konteks ekonomi, kaum dhu’afa biasanya dicirikan dengan kepemilikan terhadap alat-alat produksi (kapital) yang sedikit, baik itu disebabkan oleh marginalisasi struktural maupun terjadi secara alamiah. Sederhananya, biasa disebut sebagai kemiskinan. Kemiskinan yang disebabkan oleh marginalisasi struktural yang dimaksud adalah suatu realita ekonomi masyarakat yang diakibatkan oleh adanya kebijakan (negara) yang timpang, dimana terdapat segelintir orang yang memiliki akses dan penguasaan terhadap alat-alat produksi yang lebih dibandingkan mayoritas masyarakat. Sementara, kemiskinan alamiah dimaksudkan untuk menggambarkan suatu realitas ekonomi masyarakat yang muncul sebagai sesuatu yang bersifat alamiah, dimana kemiskinan atau kekayaan benar-benar diperoleh berkat usaha masing-masing individu dalam masyarakat.
Dalam konteks pembangunan ekonomi ke depan, kaum dhu’afa dijadikan perhatian prioritas dari negara. Kehidupan ekonomi kaum dhu’afa sebagaimana sederhananya, sesungguhnya menjadi basis pertahanan yang strategis bagi negara dalam menghadapi kemungkinan krisis. Disamping itu, dinamika kehidupan ekonomi kaum dhu’afa relatif lebih sehat, humanis, komplementatif, dan jauh dari model-model kompetisi yang saling menegasi.
Oleh karena itu, ciri manusia sosial menurut islam ialah kepentingan pribadinya diletakkan dalam kerangka kesadaran akan kewajibannya sebagai mekhluk sosial. Kesetiakawanan dan cinta kasih inilah yang pernah dicontohkan Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya. Inilah ajaran iman dan amal shalih yang diajarkan oleh Rasulullah SAW berupa akhlak rabbani dan akhlak insani.












3.             Penutup
3.1.       Kesimpulan
Kaum dhu’afa merupakan korban kekerasan negara. Kaum dhu’afa terdiri dari orang-orang yang terlantar, fakir miskin, anak-anak yatim dan orang cacat. Kaum dhu’afa adalah orang-orang yang menderita hidupnya secara sistematik. Para dhu’afa setiap hari berjuang melawan kemiskinan. Kaum dhu’afa menanggung beban hutang negara dengan membeli mahalnya minyak tanah dan sembako.
Kaum dhu’afa cerminan ketidakmampuan negara dalam memeliharanya. Para dhu’afa sendirian berjuang melawan sistem kapitalisme. Kaum dhu’afa merupakan orang-orang miskin yang ada di jalanan, di pinggiran dan di sudut-sudut lingkungan kumuh. Bekerja sebagai pemulung, pedagang asongan, pengemis jalanan, buruh bangunan, dan abang becak. Penderitaan dan penindasan yang dialami oleh para kaum dhu’afa menyebabkannya rentan terhadap penyakit menular dan ancaman bunuh diri
3.2.       Saran
Selayaknya semua masyarakat merasakan suka dan duka bersama kaum dhu’afa. Agama memberikan isyarat sangat jelas untuk mengeluarkan zakat fitrah kepada kaum dhu’afa. Mereka merupakan orang-orang yang tertindas yang memerlukan pertolongan manusia yang lainnya. Agar bangsa menjadi kuat maka sebaiknya memberdayakan kaum dhu’afa dan membangkitkan semangat kerja keras bagi generasi muda dan anak-anak.










DAFTAR PUSTAKA

1 komentar:

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus